Jurnal Akuntansi & Keuangan

Accounting & Finance Journal ....

Custom Search

Reaksi Pemegang Saham terhadap perubahan CEO (studi pada Korporasi)

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/24/2008

Diringkas dari: “STOCKHOLDER REACTIONS TO CEO CHANGES

IN LARGE CORPORATIONS”

oleh Michael H. Lubatkin, Kae H. Chung, Ronald C. Rogers dan James E. Owers

Pengantar

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman pada tahun 19977 mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Davis Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Sebetulnya pengaruh pergantian eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan tersebut tergantung pada kecocokan antara karakteristik pemimpin dan pekerjaan tersebut. (Gufta dan Govindarajan, 1984; Hambrick dan Mason, 1984).

Dalam studi ini, Lubatkin, Chung, Rogers dan Owers melakukan riset untuk menguji dua faktor yang menentukan keberhasilan proses pergantian kepemimpinan yang biasa disebut contingent factor yaitu konteks organisasi (organizational context) dan asal pengganti (successor’s origin). Dilakukan riset ini bertujuan untuk mencari faktor pengaruh pergantian pemimpin terhadap kinerja keuangan perusahaan besar. Penelitian ini diharapkan dapat mendukung anekdot dalam dunia bisnis nyata bahwa faktor kepemimpinan dapat memberi perbedaan, dapat melihat pengaruh dari pemimpin pengganti tidak saja hanya di saat perusahaan sedang dalam kondisi krisis, dalam kondisi menghadapi perubahan dan ketika sedang berkembang (Hall, 1087). Selain itu, riset ini juga bertujuan untuk mencari faktor yang tepat untuk mengukur performa perusahaan karena selama ini faktor penentu yang digunakan hanya berdasarkan ukuran akuntansi misalnya dengan mengukur return on assets serta dengan ukuran security market seperti excess returns (Scholes dan Williams, 1977).

Hipotesa
Hipotesa 1: Hipotesa tentang kinerja (performance context) bahwa dalam kondisi besar perusahaan tidak berubah, kinerja perusahaan ketika proses pergantian pemimpin akan mempengaruhi kemampuan pemimpin baru untuk mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan di masa mendatang.

Hipotesa 2: Hipotesa tentang asal pemimpin pengganti (origin), bahwa dalam kondisi besar perusahaan tidak berubah, asal pemimpin pengganti akan mempengaruhi kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan di masa mendatang.

Hipotesa 3 : Kinerja suatu perusahaan akan dipengaruhi gaya kepemimpinan dan gaya kepemimpinan akan mempengaruhi keuntungan perusahaan.

Hipotesa 3a: Pengganti yang berasal dari dari luar perusahaan akan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja lebih banyak daripada pengganti yang berasal dari dalam perusahaan tersebut jika perusahaan mempunyai kinerja di bawah rata-rata.

Hipotesa 3b: Pengganti yang berasal dari dalam perusahaan akan memberi pengaruh positif lebih banyak daripada pengganti yang berasal dari luar perusahaan jika perusahaan mempunyai kinerja yang tinggi.

Metode Riset
Data dan informasi eksekutif pengganti diambil dari majalah Forbes yang meliputi 357 perusahaan, 477 kasus penggantian kepemimpinan dan merepresentasikan 40% dari 1.187 total kasus penggantian kepemimpinan yang dicatat oleh Forbes selama periode 1971-1985.
Sebagai variabel bebas digunakan excess return yang dihitung untuk setiap perusahaan setiap harinya dengan cara menghitung stock return termasuk menyesuaikan jika ada stock split atau pembagian dividen, mengidentifikasi faktor risikonya serta menghitung return harian semua perusahaan berdasarkan kelas risikonya yang kemudian dibagi ke return perusahaan. Sedangkan untuk variabel tak bebas digunakan excess return sebagai untuk mengukur kinerja perusahaan. Excess return ini dihitung selama 300 hari perdagangan sebelum pergantian kepemimpian dan 200 hari perdagangan setelah pergantian kepemimpinan. Variabel bebas lainnya adalah pemimpin pengganti dan ukuran perusahaan. Pemimpin pengganti terdiri dari pengganti dari dalam perusahaan dan dari luar perusahaan. Data kemudian diolah dengan perhitungan multiple regression.


Hasil
Setelah diuji, untuk hipotesa pertama sebagian didukung oleh data bahwa kinerja perusahaan ketika proses penggantian kepemimpinan akan mempengaruhi harapan investor akan eksekutif pengganti. Hal ini terjadi selama 51 hari sebelum hari penggantian. Setelah digantinya jajaran eksekutif hingga hari ke-200 tidak terlihat pengaruh harapan investor terhadap kinerja yang artinya bahwa investor akan mendasarkan harapannya pada asal pemimpin baru apakah dari luar atau dari dalam perusahaan dalam kaitannya dengan apa saja strategi dan keputusan operasional yang akan diambil dan ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan sebelum hari penggantian. Setelah itu tidak nampak adanya pengaruh yang signifikan antara harapan investor dengan kinerja perusahaan.
Untuk hipotesa ke-2, hasil analisa regresi menunjukkan bahwa sebagian didukung oleh data. Terdapat hubungan yang positif antara asal pemimpin pengganti dan harapan investor. Hubungan negatif hanya terjadi pada hari ke-51 sebelum hari penggantian pemimpin. Investor lebih menyukai pengangkatan pemimpin dari luar perusahaan dibanding dari orang dalam perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki kinerja kurang, maka investor bersikap lebih pesimis.


Diskusi dan Konklusi
Studi ini menunjukkan hasil bahwa investor lebih beraksi positif terhadap penggantian eksekutif perusahaan publik jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik dan eksekutif tersebut berasal dari luar perusahaan. Hasil dari hipotesa ke-2 dan ke-3 menunjukkan bahwa investor memiliki pandangan yang sedikit berbeda tentang kemampuan pengganti dari luar perusahaan dan dari dalam perusahaan. Yang menarik adalah bahwa ini hanya terjadi pada sampel perusahaan dengan performa yang baik. CEO pengganti yang berasal dari luar yang notabene belum memiliki perhatian terhadap strategi, nilai dan tidak memiliki ikatan batin terhadap personal pada perusahaan tersebut cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut. Mungkin saja investor yakin dengan merekrut orang luar cenderung dianggap lebih aman bagi kestabilan usaha. Bagi perusahaan dengan kinerja kurang baik atau di bawah rata-rata, investor menunjukkan reaksi yang berbeda di mana investor lebih menyukai pengganti yang berasal dari orang dalam. Ini mungkin karena perusahaan low performance tidak memiliki sumber daya dan dana yang cukup untuk merekrut manajer yang terbaik yang berasal dari luar (Pfefer dan Davis-Blake, 1986).

Anda perlu jurnal aslinya? Tanyakan lewat email

Analisis Efektivitas Marketing Expense

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/05/2008

By. Paula Widiastuti, SE, MSM

Marketing expense atau beban pemasaran serta rencana anggarannya adalah salah satu keputusan penting yang harus dianalisa secara matang oleh seorang manajer, pemimpin perusahaan dan pemilik perusahaan (business owner). Anggaran yang terlalu kecil dapat berakibat pada rendahnya angka penjualan sedangkan anggaran yang terlalu besar akan berakibat pemborosan belaka tanpa bisa mendorong nilai penjualan menjadi lebih tinggi lagi. Kampanye iklan yang berhasil dapat berkontribusi menambah pelanggan baru serta peningkatan kesadaran dan kesetiaan pada merk yang dibangun (brand and loyalty awareness). Budget yang agresif tidak menjamin tercapainya tingkat penjualan yang tinggi (Chang, 2002). Demikian pula dengan kondisi ekonomi yang baik dan target laba telah terlampaui bukan berarti bahwa anggaran untuk promosi dan iklan harus diturunkan. Namun satu hal yang pasti bahwa iklan dan promosi wajib dilakukan apabila terlihat potensi penambahan pelanggan baru dan rencana peluncuran produk baru.

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan belanja iklan tertinggi di Asia Pasific. Pada periode Oktober 2003 – Oktober 2004 Indonesia mengalami pertumbuhan belanja iklan sebesar 49 persen. Pertumbuhan belanja iklan yang tinggi ini antara lain karena bertambahnya jumlah media. Di Indonesia, televisi masih mengambil porsi terbesar, yakni 70 persen dalam belanja iklan, disusul surat kabar 25 persen, dan majalah 5 persen (http://www.tempointeraktif.com, 2005). Sedangkan pada tahun 2005, belanja iklan meningkat sekitar 20 persen atau Rp 4 triliun dibandingkan dengan belanja iklan tahun 2004 yang berjumlah Rp 21 triliun. Jumlah belanja iklan tersebut berasal dari televisi sebesar lebih kurang 62 persen atau Rp 15,5 triliun, media cetak sebesar 27 persen atau Rp 6,75 triliun, media lain seperti radio dan iklan luar ruang memberikan kontribusi sebesar 11 persen atau Rp 2,75 triliun (http://www.kompas.com, 2005).

Peningkatan jumlah belanja iklan ini dikarenakan meningkatnya daya beli (purchasing power) masyarakat sebagai akibat kondisi perekonomian yang membaik, selain semakin gencarnya produsen barang dan jasa tingkat global untuk melancarkan ekspansi iklannya ke Indonesia. Penilaian masyarakat terhadap iklan semakin kritis sehingga mau tidak mau produsen harus mengemas produknya dengan iklan yang menarik, kreatif dan tersebar di media-media yang ada. PT Telekomunikasi Indonesia contohnya, mengalami beban pemasaran yang meningkat sebesar Rp 244,3 miliar atau 27,7% dari Rp 881,9 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp 1.126,2 miliar pada tahun 2005. Peningkatan beban pemasaran ini terutama disebabkan oleh naiknya beban pemasaran Telkomsel, yang meningkat sebesar Rp 148,1 miliar atau 41,6% terutama karena kenaikan biaya pendidikan pelanggan, iklan, promosi, dan pameran.

Apakah dengan peningkatan beban pemasaran akan meningkatkan penjualan? Apakah beban pemasaran memiliki korelasi dengan keuntungan dan market value? Pertanyaan-pertanyaan ini
akan dijawab dalam tulisan singkat ini.

Ada 2 metode untuk menghitung pengaruh beban pemasaran terhadap future benefit yaitu berdasarkan keuntungan yang akan didapat (earning based) dan berdasarkan nilai aset (asset based).

Salah satu indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, level dan sumber pembiayaannya adalah rasio ROI (Return On Investment). Dalam ROI, ada satu komponen yang disebut Return On Asset (ROA). Tinggi rendahnya ROA akan berbeda pada setiap industrinya. ROA mengukur sejauh mana aset-aset yang dimiliki perusahaan mampu menghasilkan laba. Semakin besar ROA semakin baik karena perusahaan tersebut memperoleh laba lebih banyak dari pada pengeluaran yang diinvestasikan yang berarti semakin kecil asset turn over atau semakin besar income yang dihasilkan. ROA juga dapat memberi gambaran efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan uangnya untuk menghasilkan laba. Dalam kaitannya dengan ROA, sangat penting bagi manajer untuk menentukan proporsi investasi ke beban pemasaran untuk menghasilkan profit. Dalam hal ini, sangat diperlukan kebijaksanaan untuk menentukan alokasi yang tepat.

Bagaimana hubungan antara pengeluaran beban pemasaran dan return yang dihasilkan dapat diukur dengan rasio Return on Sales (ROS).


Variabel
Variabel dependen yang digunakan adalah marketing ratios:
Advertising Sales Ratio (A/S Ratio)
Average Return on Marketing
Sales dan Retun on Sales (ROS)
Return On Assets (ROA)

Variabel dependen adalah: Market value

Hipotesa:

Hipotesa Pertama: Marketing expense mempunyai pengaruh positif terhadap Return On Sales.
Hipotesa Kedua: Marketing expense, Return on Sales dan Return on Assets mempunyai pengaruh positif terhadap market value.

Metode Penelitian

Untuk membuktikan korelasi tersebut dibutuhkan riset mendalam dengan data nyata time series saham serta Laporan Keuangan perusahaan publik (cross sectional) dalam industri yang sama. Agar hubungan di antara variabel tersebut ditemukan maka akan digunakan uji regresi linier sederhana untuk hipotesa pertama dan regresi linier berganda untuk hipotesa kedua.


Persamaan

Market Value = Avg. Return on Mk + ROS + ROA

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ronald C. & Reeb, David. M. (2003). Founding-Family Ownership and Firm Performance: Evidence from the S&P 500. The Journal of Finance, Vol LVIII, No. 3 – June 2003.

Arndt, Johan & Simon, Julian. L. (1983). Advertising and Economies of Scale: Critical Comments on The Evidence. The Journal of Industrial Economics, Vol. 32, no.2 (Dec 1983) pp. 229-242.

Assmus, Gert, Farley, John. U & Lehmann, Donald. R. (1984). How advertising affects sales: Meta-analysis of econometric results. JMR, Journal of Marketing Research (pre-1986), Feb 1984; 21, 000001; ABI/INFORM Global pg. 65.

Chang, Julie. (2002). Budgeting in Uncertain Times. Sales and marketing management, Sept 2002, vol 154.9, pg 16.

Fama, Eugene F. (1998). Market eficiency, Long-Term Returns and Behavioral Finance. Journal of Financial Economics, vol. 49 (1998) 283-306.

Hewett, K., Roth, M.S & Roth. K. (2003). Conditions Influencing Headquarters and Foreign Subsidiary Roles in Marketing Activities and Their Effects on Performance. Journal of International Business Studies, Vol. 34, No. 6, Decade Award Issue: Foreword from the Editor-in-Chief. (Nov., 2003), pp. 567-585.

Joseph, Kissan and Richardson, Vernon J. (2002). Free Cash Flow, Agency Costs, and the Affordability Method of Advertising Budgeting. Journal of Marketing, Vol 66 (January 2002) page 94-107.

Imel, J. Blake & Helmberger, Peter. (1971). Estimation of Structure-Profit Relationships with Applications to The Food Processing Sector. American Economic Review, 61, pp. 614-27.

J. Wild, John., Subramanyam, K. R., Halsey, Robert F. (2003). Financial Statement Analysis, 8th edition. Boston: McGraw-Hill.

Kompas Cyber Media. (2005). Jumlah Belanja Iklan Sekitar Rp 25 Triliyun. http://www.kompas.com, 17 Januari 2006.

Lieberman, Yehoushua. (1986). The Advertising-to-Sales Ratio along the Brand Life Cycle: a Critical Review. Managerial and Decision Economics, Vol 7, 43-48.

Porter, Michael E. (1976). Interbrand Choice, Strategy and Bilateral Market Power. Cambridge: Harvard University Press.

Ross, Stephen A., Westerfield. Randolph W., Jaffe, Jeffrey. (2003) Corporate Finance. 6 th edition. USA: Irwin-McGraw Hill Companies.

Shiller, Robert J. (2003). For Efficient Markets Theory to Behavioral Finance. The Journal of Economic Perspectives, Vol. 17, No. 1 (Winter, 2003), pp. 83-104.

Tempo Interaktif. (2005). Indonesia dan Cina Alami Pertumbuhan Belanja Iklan Tertinggi. http://www.tempointeraktif.com, 28 Januari 2005.

White, Gerald I., Sondhi, Ashwinpaul C., Fried, Dov. (2003). Financial Statement, 3rd edition. John Wiley & Sons Inc.

Voss, Bristol. (1992). Measuring the Effectiveness of Advertising and PR. Sales and Marketing Management, Oct 1992: 144, 12; ABI/INFORM Global, pg.23.

Untuk detail research ini dan jurnal lengkapnya silahkan hubungi penulis di paula_widiastuti@yahoo.com

Pengujian CAPM dengan First dan Second Pass Regression

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/05/2008

By Paula Widiastuti, SE, MSM

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa cara paling baik untuk mengukur risiko sebuah sekuritas dalam portofolio yang besar adalah dengan mengukur beta (β) dari sekuritas tersebut.

Beta merupakan ukuran tingkat risiko suatu security dalam market portfolio dan market portfolio merupakan portfolio yang sudah terdiversifikasi secara sempurna. Jadi beta merupakan kontribusi risiko setiap security terhadap risiko market portfolio. Dengan demikian beta dapat digunakan untuk mempertimbangkan apakah akan memasukkan suatu sekuritas dalam portfolio atau tidak. Beta digunakan dalam CAPM untuk mengukur risk premium yaitu dari hasil kali antara beta dengan selisih antara return pasar yang diharapkan dan tingkat pengembalian aktiva bebas risiko.

CAPM mengimplikasikan bahwa expected return dari setiap sekuritas berhubungan dengan riskonya masing-masing. Di mana risiko diukur sebagai pergerakan sistematis (systematic movement) sekuritas terhadap pasar yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi aset-aset.

CAPM dapat diuji melalui First-Pass Regression. Beta dari regresi pertama serta standard errornya diregresikan kembali dengan expected return saham, ini disebut Second pass regression.

Contoh pengujian:
20 saham perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (dulu BEJ) serta data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir tahun 1999 hingga akhir tahun 2004. Data diambil setiap hari Rabu terakhir setiap bulannya, sehingga secara total masing-masing data terdiri dari 61 titik data.


Download di sini untuk hasil regresi.

The Art of Speech Making

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/05/2008

Dari sekian banyak metode-metode berbicara di depan umum, paling dasar kita harus menghilangkan rasa takut dan menumbuhkan rasa percaya diri.Setelah kedua hal tersebut ada, maka bagaimana teknis dari senin public speaking akan mudah dipelajari dan diterapkan.


Impact Factory sebagai salah satu Communication Coach terkemuka di London memberi sedikit tips bermanfaat bagaimana dan apa itu:

Public Speaking Fear

Public Speaking Anxiety - Why Do We Get It?

Fear of Public Speaking

Building Confidence in Public Speaking

Public Speaking Training

Public Speaking Hints and Tips

Download di sini untuk tips lengkapnya.

Positive Accounting Theory: A Ten Years Prespective

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/03/2008

Original author: Ross L. Watts and Jerold L. Zimmerman
Resume by: Paula Widiastuti, SE, MSM
Paula_widiastuti@yahoo.com, paula.widiastuti@gmail.com
http://jurnalakuntansikeuangan.blogspot.com
© 2008


Pengantar

Positive Acounting Theory adalah teori yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman pada tahun 1978 yang dipublikasikan lewat tulisannya pada tahun 1978 dan tahun 1979. Positive Accounting Theory menemukan bahwa pada aturan akuntansi yang diterapkan pada praktek sehari-hari (misalnya pilihan metode akuntansi) memiliki hubungan dengan variabel perusahaan lainnya seperti analisa leverage dan besarnya ukuran perusahaan merupakan suatu variabel yang paling konsisten digunakan.

Seiring dengan berjalannya waktu dan kompleksitas transaksi akuntansi pada perusahaan, kini Positive Accounting Theory perlu di-review kembali validitasnya dalam mengukur kinerja suatu perusahaan. Apalagi pilihan metode akuntansi saat ini beragam dan lebih kaya serta jauh memuaskan dibanding sebelumnya.

Kritik, hasil penelitian dan saran

Sebetulnya jauh sebelum Positive Acounting Theory dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman, pada tahun 1960 Ball dan Brown telah melakukan penelitian tentang Modern Positive Accounting. Beaver pada tahun 1968 juga telah memperkenalkan suatu metode keuangan untuk akuntansi keuangan. Inti riset mereka adalah bahwa data-data akuntansi dapat memberikan informasi berarti bagi keputusan investasi pada pasar sekuritas sehingga akan mempengaruhi harga saham. Dari riset ini kemudian lahirlah istilah Information perspective yaitu bahwa pasar akan mengambil keputusan investasi berdasarkan informasi yang mereka dapat dari laporan keuangan perusahaan publik. Secara internal, laporan keuangan tersebut merupakan hasil dari pilihan metode akuntansi yang dipilih. Metode akuntansi di sini antara lain adalah metode persediaan dan penyusutan aktiva tetap. Jika dihubungkan dengan teori keuangan, sebenarnya pemilihan metode persediaan dan penyusutan tidaklah berpengaruh terhadap nilai suatu perusahaan sebagaimana pula tidak berpengaruh terhadap pajak. Lagipula jika dihubungkan dengan teori MM (Modigliani dan Miller) dan CAPM (Capital Asset Pricing Model), information perspective tidak sejalan karena menurut MM informasi akan mudah didapat (costless) dan tidak memerlukan biaya (no transaction cost).

Kritik terhadap Positive Accounting Theory
Sejak dipublikasikan pada tahun 1978, setidaknya sudah ada 8 tulisan yang mengkritik lemahnya Positive Accounting Theory. Kritik umumnya mengenai
- besarnya perusahaan dan rencana bonus dapat menjadi proxy bagi variabel yang diabaikan dalam Positive Accounting Theory
- teori ini lemah dalam menggambarkan pengaruh biaya politik
- teori ini menimbulkan bias
- teori ini bukanlah teori tetapi hanya pendekatan sosial dari akuntansi

Jawaban terhadap kritik
Untuk menjawab kritik tersebut, Watts dan Zimmerman melakukan riset mendalam. Riset dilakukan dengan membagi kritik menjadi 2 kategori yaitu kritik yang ditujukan pada metode riset serta hipotesa yang muncul sebagai hasil riset. Untuk menguji metode riset dibuat beberapa pengujian yaitu terhadap: spesifikasi model, akun yang terdapat pada sisi kiri neraca, akun yang terdapat pada sisi kanan neraca, variabel yang diabaikan serta hipotesis alternatif. Untuk menguji hipotesa yang muncul sebagai hasil riset maka dilakukan pengujian untuk membuktikan bahwa positive theory bermuatan nilai, pendekatan dalam teori yang cenderung ke arah sosiologi bukan akuntansi, penggunaan metode yang tidak tepat, pilihan metode akuntansi dalam teori ini serta metode penelitian.

Hasil Penelitian
Penelitian menghasilkan beberapa kesimpulan dan sekaligus bantahan terhadap kritik:

  1. Riset yang menghasilkan Positive Accounting Theory menggunakan metode yang biasa digunakan dalam riset ekonomi, keuangan dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Metode ini sudah teruji dan terbukti berhasil digunakan pada lingkup akuntansi.
  2. Positive Accounting Theory telah memberikan kontribusi terhadap banyak penelitian lain oleh karena itu teori ini masih bisa dijadikan landasan dalam penelitian selanjutnya.
  3. Aliran kas perusahaan lebih banyak dipengaruhi proses politik dibanding hipotesa tentang biaya politik.
  4. Pemilihan metode akuntansi yang digunakan oleh suatu perusahaan lebih dipengaruhi oleh pertimbangan efesiensi.
  5. Pemilihan metode akuntansi yang digunakan oleh suatu perusahaan akan sangat tergantung pada jenis industrinya.
  6. Agar lebih valid, pengujian terhadap kekuatan metode riset masih dapat menggunakan pengukuran error dalam net accruals dengan volume yang lebih diperkecil. Selain itu, dapat pula dengan menggunakan variabel indikator yang lebih sederhana untuk menggambarkan rencana bonus serta menggantikan kontrak berbasis hutang dengan variabel kontinue.
Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Positive Accounting Theory jauh lebih penting dan berarti daripada kritik-kritik serta bantahan yang dilontarkan oleh peneliti lain, kontribusinya terhadap dunia bisnis dan ilmu pengetahuan jauh lebih banyak serta telah menjadi referensi bagi banyak peneliti dan penulis lain. Dengan demikian, Positive Accounting Theory masih cukup valid untuk digunakan karena variabel dan modelnya sudah tepat dan telah menggambarkan praktek akuntansi dan keuangan di semua jenis industri.

Saran
Selain Positive Accounting Theory, masih banyak hal lain yang tak kalah penting untuk diteliti. Pengujian terhadap hutang, bonus dan hipotesa biaya politik masih jarang digali lebih dalam. Selain itu pengujian terhadap internal dan eksternal kontrak juga tak kalah penting dibanding pengujian terhadap variabel hutang dan kontrak bonus. Dalam riset dan pengujian ini hendaknya tidak melupakan untuk selalu mencari relasi antara teori dan prakteknya serta dengan melakukan investigasi antar beberapa industri dan dalam industri yang sejenis serta memperhatikan pula metode akuntansi yang digunakan dalam suatu perusahaan.

Istilah Pasar Modal A-Z

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/03/2008

Definisi dari istilah umum dalam pasar modal seperti:
Efek, Emiten, Kliring, Manajer Investasi, Pasar Modal, Penjamin Emisi Efek, Perusahaan Publik, Prospektus, Reksa Dana, Wali Amanat dll bisa di download di sini.

Terperinci:

  • Afiliasi
  • Anggota Bursa Efek
  • Batasan Pada Jaminan Nasabah
  • Benturan Kepentingan
  • Biro Administrasi Efek
  • Buku Pembantu Efek
  • Bursa Efek
  • Comfort Letter
  • Efek
  • Efek Bebas
  • Efek Beragun Aset
  • Efek Beragun Aset Arus Kas Tetap
  • Efek Beragun Aset Arus Kas Tidak Tetap
  • Efek Bersifat Ekuitas
  • Efek Jaminan
  • Efek Utama
  • Emiten
  • Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
  • Info Memo
  • Informasi atau Fakta Material
  • Kepemilikan Manfaat (Beneficial Ownership) Atas Efek
  • Kepemilikan Terdaftar (Registered Ownership) Atas Efek
  • Kliring
  • Kontrak Investasi Kolektif
  • Kreditur Awal (Originator)
  • Kustodian
  • Lembaga Kliring dan Penjaminan
  • Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
  • Manajer Investasi
  • Netting
  • Nilai Penawaran Secara Keseluruhan
  • Pasar Modal
  • Peleburan Usaha
  • Pemegang Saham Independen
  • Pemegang Saham Utama
  • Pemeriksaan
  • Penasihat Investasi
  • Penawaran Efek
  • Penawaran Tender
  • Penawaran Umum
  • Pengendalian
  • Penggabungan Usaha
  • Penitipan Kolektif
  • Penjamin Emisi Efek
  • Penyedia Jasa (Servicer)
  • Perantara Pedagang Efek
  • Pernyataan Penawaran Tender
  • Pernyataan Pendaftaran
  • Perseroan
  • Perusahaan Efek
  • Perusahaan Publik
  • Perusahaan Terkendali
  • Pihak
  • Portofolio Efek
  • Posisi Long
  • Posisi Short
  • Prinsip Keterbukaan
  • Prospektus
  • Prospektus Awal
  • Rekening Titipan
  • Reksa Dana
  • Reksa Dana Campuran
  • Reksa Dana Pasar Uang
  • Reksa Dana Pendapatan Tetap
  • Reksa Dana Saham
  • Sarana Peningkatan Kredit/Arus Kas
  • Sertifikat Penitipan Efek Indonesia
  • Transaksi Bursa
  • Transaksi di Luar Bursa
  • Transaksi Nasabah Kelembagaan
  • Transaksi Nasabah Pemilik Rekening
  • Transaksi Nasabah Umum
  • Unit Penyertaan
  • Wali Amanat (trustee)
  • Waran
  • Yurisdiksi Setara
Sumber: Bursa Efek Indonesia

Contoh Riset Pemasaran

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/03/2008

Semulai memulai riset pemasaran, ketahui dahulu:

1. What
: apa yang ingin diteliti, biasanya BFO (baca: ide) penelitian dimulai dari adanya kesempatan (lahan atau prospek) bisnis baru (opportunity) atau karena adanya masalah (problem). 3 aspek yang harus ditentukan adalah:

Company research
Opportunity/Problem research
Audience research
2. Why: apa tujuan dari penelitian (objective), mengapa penelitian harus dilakukan. Terdiri dari 2 tujuan:
Impact Objective
Output Objective


Metode dari riset juga harus ditentukan (Programing):
  1. Tema dan pesan yang akan disampaikan
  2. Cara penyampaian pesan

Lengkapi pula dengan Time line dan bagaimana Evaluasi akan dilakukan

Contoh riset bisnis berdasarkan kasus pengenalan Produk Baru "Downy Wrinkle Releaser" (DWR) dari Protor & Gamble (P&G) download di sini.

Best view with:
Firefox and Opera

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
Creative Commons License

Sharing knowledge for all, Scientific but simple. Free to use for improvement of accounting and accounting in Indonesia and world.
Please show me your support if you like this blog and if the content useful for you:
1. Keep this blog link in you mind. Remember the address : http://jurnalakuntansikeuangan.blogspot.com/
2. Bookmark this blog address
2. Give me a comment, you can write it behind every article you like
3. If you take the quotation, then you should write this blog address in your script/thesis/disertation reference
4. Put this blog button and link in your blog.
5. Subscribe for this blog feeds so you will have the update everyday right on your email
6. Give me a vote on technoraty, diggs etc

Success for you!!
..**Paula Widiastuti**..
paula_widiastuti@yahoo.com