Analisis Efektivitas Marketing Expense
Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/05/2008By. Paula Widiastuti, SE, MSM
Marketing expense atau beban pemasaran serta rencana anggarannya adalah salah satu keputusan penting yang harus dianalisa secara matang oleh seorang manajer, pemimpin perusahaan dan pemilik perusahaan (business owner). Anggaran yang terlalu kecil dapat berakibat pada rendahnya angka penjualan sedangkan anggaran yang terlalu besar akan berakibat pemborosan belaka tanpa bisa mendorong nilai penjualan menjadi lebih tinggi lagi. Kampanye iklan yang berhasil dapat berkontribusi menambah pelanggan baru serta peningkatan kesadaran dan kesetiaan pada merk yang dibangun (brand and loyalty awareness). Budget yang agresif tidak menjamin tercapainya tingkat penjualan yang tinggi (Chang, 2002). Demikian pula dengan kondisi ekonomi yang baik dan target laba telah terlampaui bukan berarti bahwa anggaran untuk promosi dan iklan harus diturunkan. Namun satu hal yang pasti bahwa iklan dan promosi wajib dilakukan apabila terlihat potensi penambahan pelanggan baru dan rencana peluncuran produk baru.
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan belanja iklan tertinggi di Asia Pasific. Pada periode Oktober 2003 – Oktober 2004 Indonesia mengalami pertumbuhan belanja iklan sebesar 49 persen. Pertumbuhan belanja iklan yang tinggi ini antara lain karena bertambahnya jumlah media. Di Indonesia, televisi masih mengambil porsi terbesar, yakni 70 persen dalam belanja iklan, disusul surat kabar 25 persen, dan majalah 5 persen (http://www.tempointeraktif.com, 2005). Sedangkan pada tahun 2005, belanja iklan meningkat sekitar 20 persen atau Rp 4 triliun dibandingkan dengan belanja iklan tahun 2004 yang berjumlah Rp 21 triliun. Jumlah belanja iklan tersebut berasal dari televisi sebesar lebih kurang 62 persen atau Rp 15,5 triliun, media cetak sebesar 27 persen atau Rp 6,75 triliun, media lain seperti radio dan iklan luar ruang memberikan kontribusi sebesar 11 persen atau Rp 2,75 triliun (http://www.kompas.com, 2005).
Peningkatan jumlah belanja iklan ini dikarenakan meningkatnya daya beli (purchasing power) masyarakat sebagai akibat kondisi perekonomian yang membaik, selain semakin gencarnya produsen barang dan jasa tingkat global untuk melancarkan ekspansi iklannya ke Indonesia. Penilaian masyarakat terhadap iklan semakin kritis sehingga mau tidak mau produsen harus mengemas produknya dengan iklan yang menarik, kreatif dan tersebar di media-media yang ada. PT Telekomunikasi Indonesia contohnya, mengalami beban pemasaran yang meningkat sebesar Rp 244,3 miliar atau 27,7% dari Rp 881,9 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp 1.126,2 miliar pada tahun 2005. Peningkatan beban pemasaran ini terutama disebabkan oleh naiknya beban pemasaran Telkomsel, yang meningkat sebesar Rp 148,1 miliar atau 41,6% terutama karena kenaikan biaya pendidikan pelanggan, iklan, promosi, dan pameran.
Apakah dengan peningkatan beban pemasaran akan meningkatkan penjualan? Apakah beban pemasaran memiliki korelasi dengan keuntungan dan market value? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dalam tulisan singkat ini.
Ada 2 metode untuk menghitung pengaruh beban pemasaran terhadap future benefit yaitu berdasarkan keuntungan yang akan didapat (earning based) dan berdasarkan nilai aset (asset based).
Salah satu indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, level dan sumber pembiayaannya adalah rasio ROI (Return On Investment). Dalam ROI, ada satu komponen yang disebut Return On Asset (ROA). Tinggi rendahnya ROA akan berbeda pada setiap industrinya. ROA mengukur sejauh mana aset-aset yang dimiliki perusahaan mampu menghasilkan laba. Semakin besar ROA semakin baik karena perusahaan tersebut memperoleh laba lebih banyak dari pada pengeluaran yang diinvestasikan yang berarti semakin kecil asset turn over atau semakin besar income yang dihasilkan. ROA juga dapat memberi gambaran efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan uangnya untuk menghasilkan laba. Dalam kaitannya dengan ROA, sangat penting bagi manajer untuk menentukan proporsi investasi ke beban pemasaran untuk menghasilkan profit. Dalam hal ini, sangat diperlukan kebijaksanaan untuk menentukan alokasi yang tepat.
Bagaimana hubungan antara pengeluaran beban pemasaran dan return yang dihasilkan dapat diukur dengan rasio Return on Sales (ROS).
Variabel
Variabel dependen yang digunakan adalah marketing ratios:
Advertising Sales Ratio (A/S Ratio)
Average Return on Marketing
Sales dan Retun on Sales (ROS)
Return On Assets (ROA)
Variabel dependen adalah: Market value
Hipotesa:
Hipotesa Pertama: Marketing expense mempunyai pengaruh positif terhadap Return On Sales.
Hipotesa Kedua: Marketing expense, Return on Sales dan Return on Assets mempunyai pengaruh positif terhadap market value.
Metode Penelitian
Untuk membuktikan korelasi tersebut dibutuhkan riset mendalam dengan data nyata time series saham serta Laporan Keuangan perusahaan publik (cross sectional) dalam industri yang sama. Agar hubungan di antara variabel tersebut ditemukan maka akan digunakan uji regresi linier sederhana untuk hipotesa pertama dan regresi linier berganda untuk hipotesa kedua.
Persamaan
Market Value = Avg. Return on Mk + ROS + ROA
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ronald C. & Reeb, David. M. (2003). Founding-Family Ownership and Firm Performance: Evidence from the S&P 500. The Journal of Finance, Vol LVIII, No. 3 – June 2003.
Arndt, Johan & Simon, Julian. L. (1983). Advertising and Economies of Scale: Critical Comments on The Evidence. The Journal of Industrial Economics, Vol. 32, no.2 (Dec 1983) pp. 229-242.
Assmus, Gert, Farley, John. U & Lehmann, Donald. R. (1984). How advertising affects sales: Meta-analysis of econometric results. JMR, Journal of Marketing Research (pre-1986), Feb 1984; 21, 000001; ABI/INFORM Global pg. 65.
Chang, Julie. (2002). Budgeting in Uncertain Times. Sales and marketing management, Sept 2002, vol 154.9, pg 16.
Fama, Eugene F. (1998). Market eficiency, Long-Term Returns and Behavioral Finance. Journal of Financial Economics, vol. 49 (1998) 283-306.
Hewett, K., Roth, M.S & Roth. K. (2003). Conditions Influencing Headquarters and Foreign Subsidiary Roles in Marketing Activities and Their Effects on Performance. Journal of International Business Studies, Vol. 34, No. 6, Decade Award Issue: Foreword from the Editor-in-Chief. (Nov., 2003), pp. 567-585.
Joseph, Kissan and Richardson, Vernon J. (2002). Free Cash Flow, Agency Costs, and the Affordability Method of Advertising Budgeting. Journal of Marketing, Vol 66 (January 2002) page 94-107.
Imel, J. Blake & Helmberger, Peter. (1971). Estimation of Structure-Profit Relationships with Applications to The Food Processing Sector. American Economic Review, 61, pp. 614-27.
J. Wild, John., Subramanyam, K. R., Halsey, Robert F. (2003). Financial Statement Analysis, 8th edition. Boston: McGraw-Hill.
Kompas Cyber Media. (2005). Jumlah Belanja Iklan Sekitar Rp 25 Triliyun. http://www.kompas.com, 17 Januari 2006.
Lieberman, Yehoushua. (1986). The Advertising-to-Sales Ratio along the Brand Life Cycle: a Critical Review. Managerial and Decision Economics, Vol 7, 43-48.
Porter, Michael E. (1976). Interbrand Choice, Strategy and Bilateral Market Power. Cambridge: Harvard University Press.
Ross, Stephen A., Westerfield. Randolph W., Jaffe, Jeffrey. (2003) Corporate Finance. 6 th edition. USA: Irwin-McGraw Hill Companies.
Shiller, Robert J. (2003). For Efficient Markets Theory to Behavioral Finance. The Journal of Economic Perspectives, Vol. 17, No. 1 (Winter, 2003), pp. 83-104.
Tempo Interaktif. (2005). Indonesia dan Cina Alami Pertumbuhan Belanja Iklan Tertinggi. http://www.tempointeraktif.com, 28 Januari 2005.
White, Gerald I., Sondhi, Ashwinpaul C., Fried, Dov. (2003). Financial Statement, 3rd edition. John Wiley & Sons Inc.
Voss, Bristol. (1992). Measuring the Effectiveness of Advertising and PR. Sales and Marketing Management, Oct 1992: 144, 12; ABI/INFORM Global, pg.23.
Untuk detail research ini dan jurnal lengkapnya silahkan hubungi penulis di paula_widiastuti@yahoo.com
0 comments: Responses to “ Analisis Efektivitas Marketing Expense ”