Jurnal Akuntansi & Keuangan

Accounting & Finance Journal ....

Custom Search

Silahkah download

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/27/2008

Jurnal dan artikel akuntansi & keuangan yang bisa didownload gratis:

CAPM, 1st & 2nd Pass Regression(Definisi, contoh regresi dan hasil)

Istilah Pasar Modal

Contoh Riset Pemasaran

Tips Public Speaking

Software Financial Calculator Hewlet Packard 10BII

Kamus Akuntansi

Jurnal Keuangan Asia

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/03/2008

Jurnal penelitian keuangan di Asia. Format PDF. Lengkap termasuk reference dan hasil regresi.

    1. CAPITAL STRUCTURE AND FINANCIAL RISK: EVIDENCE FROM FOREIGN DEBT USE
      IN EAST ASIA. Allayanis, Brown dan Klapper. 2002. 51 halaman
    2. INTERNATIONAL COMPETITIVENESS OF ASIAN FIRMS: AN ANALYTICAL FRAMEWORK.
      Rajiv Kumar dan Doren Chadee. 2002. 22 halaman
    3. Capital Budgeting Practices in the Asia-Pacific Region: Australia, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philippines, and SingaporeGeorge W. Kester, Rosita P. Chang, Erlinda S. Echanis, Shalahuddin Haikal, Mansor Md. Isa, Michael T. Skully, Kai-Chong Tsui, and Chi-Jeng Wang. 1997. 9 halaman
    4. Capital Structure in Asia. Booth, Aivazian, Kunt, Maksimovic. 2001. 44 halaman
    5. NEW DATABASE ON THE CURRENCY COMPOSITION
      AND MATURITY STRUCTURE OF FIRMS’ BALANCE SHEETS IN LATIN AMERICA, 1990-2002,
    6. Definition of Variables, Methodology of Construction and Data Sources. Herman
      Kamil. 2004. 34 halaman
    7. The Determination of Capital Structure: Is National Culture a Missing Piece to the Puzzle? Chui, Llyod dan Kwok. 2002. 29 halaman
    8. Determinants of Corporate Capital Structure in East Asia: Are there
      differences from the Industrialized Countries? Mamoru Nagano. 2003. 29 halaman.
    9. Economic Reforms and Financing Structure of Indonesian Listed Companies
      after the Asian Crisis: Corporate Finance Issues and the Solutions. Okuda dan
      Take. 2004. 31 halaman.

Yang butuh kontak saya langsung

Email. paula_widiastuti@yahoo.com
YM. paula_widiastuti

Journal Keuangan & Akuntansi Luar Negeri

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/03/2008

Jurnal Keuangan dan akuntansi dari Luar Negeri. Bahasa Inggris, lengkap dengan reference. Format PDF.

  1. Market Efficiency, long-term return, and behavioral finance. Eugene Fama 1997. 24 halaman
  2. Capital Market Efficiency: An Update. Stephen F LeRoy 1990. 12 halaman
  3. Efficient Capital Markets: Reply. Eugene Fama. 1976. 4 halaman
  4. Market Microstructure. Hans R Stoll. 2001. 66 halaman
  5. Making Market Microstructure Matter. Mauren O'Hara. 1999. 8 halaman.
  6. Market Microstructure: Theory & Empirics. Anna Calamia. 1999. 48 halaman.
Yang perlu jafri ke paula_widiastuti@yahoo.com atau telpon ke 0856-1636457

Analisis Efektifitas Marketing Expense

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/02/2008

Marketing expense atau beban pemasaran serta rencana anggarannya adalah salah satu keputusan penting yang harus dianalisa secara matang oleh seorang manajer, pemimpin perusahaan dan pemilik perusahaan (business owner). Anggaran yang terlalu kecil dapat berakibat pada rendahnya angka penjualan sedangkan anggaran yang terlalu besar akan berakibat pemborosan belaka tanpa bisa mendorong nilai penjualan menjadi lebih tinggi lagi. Kampanye iklan yang berhasil dapat berkontribusi menambah pelanggan baru serta peningkatan kesadaran dan kesetiaan pada merk yang dibangun (brand and loyalty awareness). Budget yang agresif tidak menjamin tercapainya tingkat penjualan yang tinggi (Chang, 2002). Demikian pula dengan kondisi ekonomi yang baik dan target laba telah terlampaui bukan berarti bahwa anggaran untuk promosi dan iklan harus diturunkan. Namun satu hal yang pasti bahwa iklan dan promosi wajib dilakukan apabila terlihat potensi penambahan pelanggan baru dan rencana peluncuran produk baru.

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan belanja iklan tertinggi di Asia Pasific. Pada periode Oktober 2003 – Oktober 2004 Indonesia mengalami pertumbuhan belanja iklan sebesar 49 persen. Pertumbuhan belanja iklan yang tinggi ini antara lain karena bertambahnya jumlah media. Di Indonesia, televisi masih mengambil porsi terbesar, yakni 70 persen dalam belanja iklan. Disusul surat kabar 25 persen, dan majalah 5 persen (http://www.tempointeraktif.com, 2005). Sedangkan pada tahun 2005, belanja iklan meningkat sekitar 20 persen atau Rp 4 triliun dibandingkan dengan belanja iklan tahun 2004 yang berjumlah Rp 21 triliun. Jumlah belanja iklan tersebut berasal dari televisi sebesar lebih kurang 62 persen atau Rp 15,5 triliun, media cetak sebesar 27 persen atau Rp 6,75 triliun, media lain seperti radio dan iklan luar ruang memberikan kontribusi sebesar 11 persen atau Rp 2,75 triliun (http://www.kompas.com, 2005). Peningkatan jumlah belanja iklan ini dikarenakan meningkatnya daya beli (purchasing power) masyarakat sebagai akibat kondisi perekonomian yang membaik, selain semakin gencarnya produsen barang dan jasa tingkat global untuk melancarkan ekspansi iklannya ke Indonesia. Penilaian masyarakat terhadap iklan semakin kritis sehingga mau tidak mau produsen harus mengemas produknya dengan iklan yang menarik, kreatif dan tersebar di media-media yang ada. PT Telekomunikasi Indonesia contohnya, mengalami beban pemasaran yang meningkat sebesar Rp 244,3 miliar atau 27,7% dari Rp 881,9 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp 1.126,2 miliar pada tahun 2005. Peningkatan beban pemasaran ini terutama disebabkan oleh naiknya beban pemasaran Telkomsel, yang meningkat sebesar Rp 148,1 miliar atau 41,6% terutama karena kenaikan biaya pendidikan pelanggan, iklan, promosi, dan pameran.

Apakah dengan peningkatan beban pemasaran akan meningkatkan penjualan? Apakah beban pemasaran memiliki korelasi dengan keuntungan dan market value?


Marketing budgeting
Banyak pakar dan peneliti telah merekomendasikan beberapa metode untuk menghitung anggaran pemasaran yang dapat diterapkan oleh kalangan bisnis. Mulai dari metode yang paling mudah sehingga dapat diimplementasikan oleh bisnis skala kecil sampai yang metode tersulit yang menganalisa berbagai faktor ekonomi makro dan mikro. Namun di antara metode tersebut tidak ada metode yang sangat akurat yang dapat dengan tepat memprediksi belanja iklan yang harus dihabiskan oleh perusahaan untuk mendapatkan laba penjualan yang diinginkan. Bass pada tahun 1978 pada jurnalnya mengatakan bahwa “There is no more difficult, complex, or controversial problem in marketing than measuring the influence of advertising on sales”. Umumnya penentuan besar kecilnya budget untuk beban pemasaran dan iklan sebagai bagian dari beban pemasaran tersebut akan ditentukan oleh harapan akan sales dan profit yang didapat serta kondisi perekonomian serta daya beli dari masyarakat.

Analisa efektifitas beban pemasaran
Ada 2 metode untuk menghitung pengaruh beban pemasaran terhadap future benefit yaitu berdasarkan keuntungan yang akan didapat (earning based) dan berdasarkan nilai aset (asset based). Kedua metode ini mempertimbangkan pengaruh marketing expense terhadap penjualan selama beberapa tahun, trend, forecast penjualan serta tingkat suku bunga untuk tahun-tahun berikutnya yang sulit diprediksi (Halsey et.al, 2003 dan Fried et.al, 2003).
Untuk dapat menghasilkan keuntungan, suatu perusahaan akan bergantung pada kemampuan manajemen untuk mengatur keuangannya seefisien mungkin. Besarnya keuntungan tentu saja dipengaruhi oleh revenue dari penjualan serta pengeluaran (expense). Item-item yang berpengaruh ini dapat digambarkan dengan jelas dalam laporan Profit or Loss atau Income Statement. Net Income sebagai hasil dari pengurangan antara Sales atau revenue terhadap expense kemudian akan dialokasikan pada Retained Earning serta deviden di mana dividen akan menjadi ukuran dari return yang diperoleh oleh share holder.
Salah satu indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, level dan sumber pembiayaannya adalah rasio ROI (Return On Investment). Dalam ROI, ada satu komponen yang disebut Return On Asset (ROA). Tinggi rendahnya ROA akan berbeda pada setiap industrinya. ROA mengukur sejauh mana aset-aset yang dimiliki perusahaan mampu menghasilkan laba. Semakin besar ROA semakin baik karena perusahaan tersebut memperoleh laba lebih banyak dari pada pengeluaran yang diinvestasikan yang berarti semakin kecil asset turn over atau semakin besar income yang dihasilkan. ROA juga dapat memberi gambaran efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan uangnya untuk menghasilkan laba. Dalam kaitannya dengan ROA, sangat penting bagi manajer untuk menentukan proporsi investasi ke beban pemasaran untuk menghasilkan profit. Dalam hal ini, sangat diperlukan kebijaksanaan untuk menentukan alokasi yang tepat.

Bagaimana hubungan antara pengeluaran beban pemasaran dan return yang dihasilkan dapat diukur dengan rasio Return on Sales (ROS). Efektif tidaknya pengeluaran beban pemasaran dalam men-generate sales dapat dianalisa dari rasio ini, semakin besar rasionya maka semakin baik karena dengan demikian perusahaan mampu menghasilkan penjualan dengan pengeluran iklan yang minimum.

Mengingat sulitnya mengukur future benefit marketing expense maka dalam paper ini akan dianalisa efektifitas marketing expense dan pengaruhnya terhadap sales revenue dan ROA serta peningkatan market value. Ini dikarenakan penting untuk mengukur setiap aktifitas perusahaan dengan indikator keuangan. Aktifitas marketing akan sulit diketahui efektifitasnya jika menggunakan indikator customer satisfaction, brand loyalty and awareness karena indikator tersebut bias dan tidak kuantitatif.

Corporate Strategy: Useful Perspective For The Study Of Capital Structure?

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/02/2008

(diringkas dari jurnal asli dengan judul yang sama yang ditulis oleh Sidney L. Barton & Paul J. Gordon)

Pengantar

Praktisi bisnis dan mahasiswa keuangan sering dihadapkan pada pertanyaan bagaimana komposisi modal yang baik? Pada struktur modal tersebut, sebaiknya berapa persen dibiayai oleh hutang dan berapa persen dibiayai oleh penerbitan saham? Myers (1984) mengungkapkan bahwa pada teori keuangan serta praktek bisnis sehari-hari tidak ada kesepakatan umum mengenai faktor apa yang mempengaruhi keputusan mengenai komposisi modal ini, demikian pula bagaimana komposisi tersebut dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan tidak pernah ada suatu panduan khususnya. Hal ini disebabkan oleh perspektif ekonomi keuangan yang sering digunakan sebagai kerangka berpikir para ekonom. Padahal sebetulnya kerangka berpikir demikian lebih cocok untuk menjelaskan fenomena ekonomi yang terjadi daripada menjelaskan aktifitas keuangan pada suatu perusahaan atau bidang bisnis.

Selama ini, teori keuangan sering memberikan asusmsi sederhana mengenai bagaimana sesuatu akan atau telah terjadi. Contohnya: Teori Modigliani dan Miller (MM) yang menjelaskan adanya inkonsistensi antara struktur modal yang diobservasi dengan teori yang ada. Modigliani dan Miller juga mengangkat teori pasar sempurna yang isinya antara lain bahwa jika ada agency cost dan bankruptcy cost maka akan tax saving akan menyeimbangkan keadaan. Teori-teori akan sangat mengambang jika dihubungkan dengan aplikasi bisnis sehari-hari.

Corporate Strategy untuk Corporate Structure

Pada jurnal ini, Sidney L. Barton dan Paul J. Gordon meneliti bagaimana menggabungkan strategi perusahaan dengan struktur modal. Seperti dikutip dari Andrews (1980) bahwa struktur modal seharusnya harus dikomposisikan sesuai dengan strategi jangka panjang perusahaan bukan semata-mata hanya mempertimbangkan faktor preferensi seorang pengambil keputusan saja. Penggabungan ini diharapkan dapat memecahkan persoalan yang dihadapi oleh para mahasiswa keuangan tentang bagaimana struktur modal yang sesuai diterapkan yaitu bagaimana sesungguhnya komposisi antara hutang (debt) dengan modal (equity). Selain itu pula, mahasiswa yang mempelajari strategi perlu mendapat lahan belajar yang sesungguhnya untuk dapat menerapkan ilmu strategi yang didapat kepada bidang-bidang keuangan.

Untuk menguasai dan memahami struktur modal, perlu dilakukan beberapa langkah riset antara lain: 1) Mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan, 2) Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh tersebut secara berkala disesuaikan dengan aktifitas nyata dalam perusahaan, 3) Meneliti apakah keputusan yang berbeda akan menimbulkan efek yang berbeda misalnya peningkatan kinerja perusahaan, 4) Apakah ada langkah-langkah lain yang dapat diambil sebagai panduan. Elemen lain yang diteliti dalam riset ini adalah strategi. Paradigma yang dipakai dalam kaitannya dengan strategi adalah paradigma yang dikembangkan oleh Andrews (1980) dan Chandler (1962). Kedua paradigma ini sangat relevan untuk mempelajari strategi perusahaan, fleksibel untuk digunakan oleh manajemen karena memungkinkan adanya beberapa pilihan strategi serta tidak hanya semata-mata membicarakan strategi dari sudut pandang tujuan ekonomi saja namun dapat secara global digunakan untuk menjelaskan tujuan sosial serta perilaku suatu organisasi.

Saran

Dari berbagai literatur, penulis memberikan 5 saran mengenai strategi dalam kaitannya dengan struktur modal:

  1. Kecenderungan pengambilan risiko oleh top management akan mempengaruhi struktur modal perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wiston dan Brigham (1981) bahwa komposisi debt dan equity sebetulnya merepresentasikan financial risk pada suatu perusahaan dan sebagaimana kita tahu bahwa komposisi tersebut ditentukan oleh top management sesuai dengan preferensi serta harapan akan rate of return yang akan diperoleh di masa datang.
  2. Tujuan top management untuk perusahaan akan mempengaruhi struktur modal perusahaan. Andrews pada tahun 1980 mengatakan bahwa strategi yang diambil oleh perusahaan akan berbeda antar satu perusahaan dengan lainnya. Hutang (debt) akan dapat memfasilitasi tujuan dari perusahaan sedangkan equity akan memberikan wealth kepada pemegang saham.
  3. Top management lebih senang membiayai perusahaan dengan sumber internal daripada sumber eksternal maupun dari pemegang saham baru. Dengan modal dari luar (pemegang saham) maka perusahaan kehilangan fleksibilitasnya (Modigliani dan Miller, 1958) padahal top management sangat concern dengan risiko keuangan serta kontrol pengambilan keputusan (Donaldson, 1961).
  4. Kecenderungan pengambilan risiko oleh top management maupun konteks keuangan dari perusahaan akan mempengaruhi jumlah hutang yang dipinjam dan dan tujuan penggunaannya. Hal ini berkaitan dengan risk aversion dari top management.
  5. Kemampuan keuangan, kontrol manajemen dan fleksibilitas akan memberi arah keputusan komposisi struktur modal perusahaan.

Untuk itu, sangat disarankan menggunakan beberapa macam strategi dalam berbagai macam situasi (diversification strategy). Ini sesuai dengan pendapat Bettis (1982) bahwa diversification strategy dapat mengungkapkan tindakan serta kebiasaan top management dalam pengambilan keputusan. Rumelt (1974) menyampaikan bahwa perusahaan akan menggunakan berbagai macam strategi didorong oleh: (a) keinginan untuk mengurangi risiko keuangan dengan memilih beberapa macam komposisi portofolio, (b) keinginan top management untuk lepas dari situasi bisnis yang tidak prospektif (menurun).

Kesimpulan

Studi ini memberikan hasil bahwa perspektif strategis dapat menjelaskan komposisi modal yang baik. Keputusan struktur modal adalah merupakan pilihan manajerial. Pilihan ini akan didasarkan pada nilai dan tujuan dari manajemen disesuaikan dengan ancaman serta kesempatan yang ada di luar organisasi serta kekuatan serta kelemahan internal perusahaan. Dengan diterapkannya pendekatan manajemen strategik untuk menyusun struktur modal maka diharapkan dapat mengatasi kekurangan paradigma keuangan dalam menjelaskan keputusan struktur modal. Dalam penerapannya saran-saran di atas, perlu diperhatikan 3 hal penting berikut:

  1. Studi ini merupakan studi awal dan belum ada suatu studi khusus yang melakukan riset terhadap isu ini.
  2. Saran 1, 2 dan 3 jika diimplementasikan pada aktifitas nyata perusahaan akan memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu strategi dan keuangan.
  3. Sangat disarankan dan terbuka untuk melakukan riset dan pengujian lebih lanjut tentang isu yang diangkat dalam jurnal ini.


Positive Accounting Theory: A Ten Years Prespective

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/02/2008

leh Paula Widiastuti, SE, MSM

Pengantar

Positive Acounting Theory
adalah teori yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman pada tahun 1978 yang dipublikasikan lewat tulisannya pada tahun 1978 dan tahun 1979. Positive Accounting Theory menemukan bahwa pada aturan akuntansi yang diterapkan pada praktek sehari-hari (misalnya pilihan metode akuntansi) memiliki hubungan dengan variabel perusahaan lainnya seperti analisa leverage dan besarnya ukuran perusahaan merupakan suatu variabel yang paling konsisten digunakan.


Seiring dengan berjalannya waktu dan kompleksitas transaksi akuntansi pada perusahaan, kini Positive Accounting Theory perlu di-review kembali validitasnya dalam mengukur kinerja suatu perusahaan. Apalagi pilihan metode akuntansi saat ini beragam dan lebih kaya serta jauh memuaskan dibanding sebelumnya.

Sebetulnya jauh sebelum Positive Acounting Theory dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman, pada tahun 1960 Ball dan Brown telah melakukan penelitian tentang Modern Positive Accounting. Beaver pada tahun 1968 juga telah memperkenalkan suatu metode keuangan untuk akuntansi keuangan. Inti riset mereka adalah bahwa data-data akuntansi dapat memberikan informasi berarti bagi keputusan investasi pada pasar sekuritas sehingga akan mempengaruhi harga saham. Dari riset ini kemudian lahirlah istilah Information perspective yaitu bahwa pasar akan mengambil keputusan investasi berdasarkan informasi yang mereka dapat dari laporan keuangan perusahaan publik. Secara internal, laporan keuangan tersebut merupakan hasil dari pilihan metode akuntansi yang dipilih. Metode akuntansi di sini antara lain adalah metode persediaan dan penyusutan aktiva tetap. Jika dihubungkan dengan teori keuangan, sebenarnya pemilihan metode persediaan dan penyusutan tidaklah berpengaruh terhadap nilai suatu perusahaan sebagaimana pula tidak berpengaruh terhadap pajak. Lagipula jika dihubungkan dengan teori MM (Modigliani dan Miller) dan CAPM (Capital Asset Pricing Model), information perspective tidak sejalan karena menurut MM informasi akan mudah didapat (costless) dan tidak memerlukan biaya (no transaction cost).

Kritik terhadap Positive Accounting Theory

Sejak dipublikasikan pada tahun 1978, setidaknya sudah ada 8 tulisan yang mengkritik lemahnya Positive Accounting Theory. Kritik umumnya mengenai

- besarnya perusahaan dan rencana bonus dapat menjadi proxy bagi variabel yang diabaikan dalam Positive Accounting Theory

- teori ini lemah dalam menggambarkan pengaruh biaya politik

- teori ini menimbulkan bias

- teori ini bukanlah teori tetapi hanya pendekatan sosial dari akuntansi


Jawaban terhadap kritik

Untuk menjawab kritik tersebut, Watts dan Zimmerman melakukan riset mendalam. Riset dilakukan dengan membagi kritik menjadi 2 kategori yaitu kritik yang ditujukan pada metode riset serta hipotesa yang muncul sebagai hasil riset. Untuk menguji metode riset dibuat beberapa pengujian yaitu terhadap: spesifikasi model, akun yang terdapat pada sisi kiri neraca, akun yang terdapat pada sisi kanan neraca, variabel yang diabaikan serta hipotesis alternatif. Untuk menguji hipotesa yang muncul sebagai hasil riset maka dilakukan pengujian untuk membuktikan bahwa positive theory bermuatan nilai, pendekatan dalam teori yang cenderung ke arah sosiologi bukan akuntansi, penggunaan metode yang tidak tepat, pilihan metode akuntansi dalam teori ini serta metode penelitian.

Hasil Penelitian

Penelitian menghasilkan beberapa kesimpulan dan sekaligus bantahan terhadap kritik:

  1. Riset yang menghasilkan Positive Accounting Theory menggunakan metode yang biasa digunakan dalam riset ekonomi, keuangan dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Metode ini sudah teruji dan terbukti berhasil digunakan pada lingkup akuntansi.
  2. Positive Accounting Theory telah memberikan kontribusi terhadap banyak penelitian lain oleh karena itu teori ini masih bisa dijadikan landasan dalam penelitian selanjutnya.
  3. Aliran kas perusahaan lebih banyak dipengaruhi proses politik dibanding hipotesa tentang biaya politik.
  4. Pemilihan metode akuntansi yang digunakan oleh suatu perusahaan lebih dipengaruhi oleh pertimbangan efesiensi.
  5. Pemilihan metode akuntansi yang digunakan oleh suatu perusahaan akan sangat tergantung pada jenis industrinya.
  6. Agar lebih valid, pengujian terhadap kekuatan metode riset masih dapat menggunakan pengukuran error dalam net accruals dengan volume yang lebih diperkecil. Selain itu, dapat pula dengan menggunakan variabel indikator yang lebih sederhana untuk menggambarkan rencana bonus serta menggantikan kontrak berbasis hutang dengan variabel kontinue.

Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Positive Accounting Theory jauh lebih penting dan berarti daripada kritik-kritik serta bantahan yang dilontarkan oleh peneliti lain, kontribusinya terhadap dunia bisnis dan ilmu pengetahuan jauh lebih banyak serta telah menjadi referensi bagi banyak peneliti dan penulis lain. Dengan demikian, Positive Accounting Theory masih cukup valid untuk digunakan karena variabel dan modelnya sudah tepat dan telah menggambarkan praktek akuntansi dan keuangan di semua jenis industri.

Saran

Selain Positive Accounting Theory, masih banyak hal lain yang tak kalah penting untuk diteliti. Pengujian terhadap hutang, bonus dan hipotesa biaya politik masih jarang digali lebih dalam. Selain itu pengujian terhadap internal dan eksternal kontrak juga tak kalah penting dibanding pengujian terhadap variabel hutang dan kontrak bonus. Dalam riset dan pengujian ini hendaknya tidak melupakan untuk selalu mencari relasi antara teori dan prakteknya serta dengan melakukan investigasi antar beberapa industri dan dalam industri yang sejenis serta memperhatikan pula metode akuntansi yang digunakan dalam suatu perusahaan.

Privatization And Sustainable Competitive Advantage

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 6/02/2008

Disarikan oleh Paula Widiastuti, SE, MSM dari Privatization And Sustainable Competitive Advantage In Emerging Economies Of Central Europe by John Fahy / Graham Hooley / Jozsef Beracs / Krzysztof Fontara / Vladimir Gabrijan


Pengantar
Pada tahun 1989, terjadi perubahan dramatis pada dunia bisnis di Eropa Tengah di mana terjadi privatisasi sejumlah perusahaan publik. Di Hungaria, model privatisasi yang diambil adalah dengan melakukan penjualan aset perusahaan publik oleh pemerintah. Di Polandia dan Republik Czechnya privatisasi dilakukan dengan cara transformasi kepemilikan secara masal.

Privatisasi di Eropa Tengah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, pemanfaatan biaya secara maksimal, meningkatkan kontrol perusahaan sehingga perusahaan lebih kompetitif. Pada saat itu, sangat umum sekali suatu perusahaan publik memiliki karakteristik yang tidak efisien karena karyawan yang berlebihan jumlahnya (Lieberman, 1993) sehingga dengan adanya privatisasi maka penghematan biaya dapat dilakukan dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu, privatisasi juga merupakan upaya untuk mendatangkan keuntungan perusahaan yang terus menerus dan berkelanjutan dengan cara mencari sumber penghasilan lain, memanfaatkan sumber daya perusahaan secara maksimal dan membangun usaha lain (Doh 2000, Prahalad/Hamel 1990).

Tujuan Studi
Riset ini bertujuan untuk membandingkan kinerja 3 bentuk organisasi yaitu perusahaan publik, perusahaan publik yang telah diprivatisasi oleh investor dari dalam negeri serta perusahaan publik yang telah diprivatisasi oleh investor dari luar negeri. Perusahaan yang diprivatisasi baik oleh investor luar dan dalam negeri tidak dimasukkan dalam analisa ini.

Hipotesa
Ada 4 hipotesa yang dibangun:

  • Hipotesa 1. Peningkatan sumber daya pada perusahaan yang diprivatisasi dengan investasi dari luar lebih tinggi daripada yang diprivatisasi oleh investasi dari domestik.
  • Hipotesa 2. Akan terjadi peningkatan sumber daya yang relatif mudah untuk ditransfer melewati batas negara.
  • Hipotesa 3a. Kekuatan strategi marketing perusahaan yang diprivatisasi lebih tinggi daripada perusahaan publik
  • Hipotesa 3b. Kekuatan strategi marketing perusahaan yang diprivatisasi oleh investasi dari luar negeri lebih tinggi daripada perusahaan yang diprivatisasi lewat investasi dalam negeri.
  • Hipotesa 4. Perusahaan yang diprivatisasi dengan investasi dari luar negeri akan memiliki performa lebih tinggi daripada perusahaan yang diprivatisasi dengan investasi dari dalam negeri maupun yang tidak diprivatisasi.

Metodologi Studi
Hipotesa diuji pada perusahaan di 3 negara di Eropa Tengah yaitu Polandia, Hungaria dan Slovenia. Agar lebih fokus maka dipilih perusahaan dengan karakteristik perusahaan yang memiliki paling kurang dua puluh orang pekerja. Sampel diambil dalam jumlah besar yang terdiri dari bermacam-macam kategori industri, besar perusahaan dan tipe kepemilikan. Sebanyak 2.000 perusahaan dari Polandia menjadi sampel, 3.000 perusahaan dari Hungaria dan 1.581 perusahaan dari Slovenia. Kuesioner berisi pertanyaan seputar hipotesa yaitu sumber daya yang tersedia (tangible dan intagible asset, kekuatan neraca perusahaan, reputasi, relasi dengan pemegang saham, ketrampilan dan kemampuan, relasi dengan konsumen, relasi dengan suplier, distributor dan perusahaan lainnya), kekuatan strategi marketing (kualitas produk, jasa dan harga dibandingkan dengan produk kompetitor) dan kinerja (keuntungan, volume penjualan, market share, ROI, aliran cash, jumlah produksi). Kuesioner dikirim lewat pos ke kantor perusahaan masing-masing dilanjutkan dengan wawancara.

Hasil riset
Dari kuesioner yang dikembalikan sebanyak 1.619 atau sebanyak 25% diketahui bahwa perusahaan yang diprivatisasi investor dari luar negeri lebih banyak dari pada yang diprivatisasi oleh investor dalam negeri. Riset menemukan bahwa:

  1. Peningkatan sumber daya pada perusahaan yang diprivatisasi dengan investasi dari luar lebih tinggi daripada yang diprivatisasi oleh investasi dari domestik.
  2. Dengan adanya privatisasi oleh investor luar negeri maka suatu produk dan tangible resource relatif mudah untuk dijual ke negara lain. Privatisasi oleh investor dalam negeri akan memudahkan transfer intagible resource seperti kemampuan kewirausahaan, relasi dengan konsumen dan supplier.
  3. Kekuatan strategi marketing perusahaan yang diprivatisasi lebih tinggi daripada perusahaan publik
  4. Kekuatan strategi marketing perusahaan yang diprivatisasi oleh investasi dari luar negeri lebih tinggi daripada perusahaan yang diprivatisasi lewat investasi dalam negeri.
  5. Performa perusahaan yang diprivatisasi dengan investasi dari luar negeri jika dibandingkan dengan perusahaan yang diprivatisasi dengan investasi dari dalam negeri maupun yang tidak diprivatisasi berbeda-beda antar negara. Perbedaan ini antara lain disebabkan karena perbedaan ekonomi, kultur dan kondisi institusional negera (Porter 1990).

Kesimpulan
Tujuan dari privatisasi adalah untuk menghasilkan sektor usaha privat yang kompetitif dengan meningkatkan efisiensi, menekan pengeluaran dan pemanfaatan sumber daya secara maksimal. Semakin kompetitif suatu perusahaan, maka semakin kuat reputasinya dan ini bisa didapat dari investasi luar (Hooley et al. 1996).

Riset ini menyisakan beberapa keterbatasan yang diharapkan dapat digali pada riset-riset berikutnya, antara lain bahwa ada perbedaan antara sampel perusahaan yang diprivatisasi oleh investor luar dan dalam negeri dari sisi besarnya perusahaan dan posisinya pasar (market position). Selain itu, riset ini juga belum membedakan perusahaan dilihat dari status kepemilikian dan struktur manajerialnya. Responden kuesioner adalah CEO (Chief Executive Officer), sebaiknya di riset mendatang dilakukan dengan responden dari berbagai level organisasi. Dan yang terakhir bahwa analisa hanya difokuskan pada sumber daya perusahaan tertentu saja padahal masih banyak sumber daya lain yang tidak teruji yang sebenarnya dapat menghasilkan sustainable competitive advantage bagi perusahaan.

Riset ini menunjukkan bahwa investasi dari luar telah memberikan kontribusi bagi pengembangan sumber daya perusahaan (Frydman et all. 19990) bahkan dapat memberikan competitive advantage bagi pasar dalam negeri (Hooley et al. 1996).


Pengujian CAPM dengan First dan Second Pass Regression

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/05/2008

By Paula Widiastuti, SE, MSM

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa cara paling baik untuk mengukur risiko sebuah sekuritas dalam portofolio yang besar adalah dengan mengukur beta (β) dari sekuritas tersebut.

Beta merupakan ukuran tingkat risiko suatu security dalam market portfolio dan market portfolio merupakan portfolio yang sudah terdiversifikasi secara sempurna. Jadi beta merupakan kontribusi risiko setiap security terhadap risiko market portfolio. Dengan demikian beta dapat digunakan untuk mempertimbangkan apakah akan memasukkan suatu sekuritas dalam portfolio atau tidak. Beta digunakan dalam CAPM untuk mengukur risk premium yaitu dari hasil kali antara beta dengan selisih antara return pasar yang diharapkan dan tingkat pengembalian aktiva bebas risiko.

CAPM mengimplikasikan bahwa expected return dari setiap sekuritas berhubungan dengan riskonya masing-masing. Di mana risiko diukur sebagai pergerakan sistematis (systematic movement) sekuritas terhadap pasar yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi aset-aset.

CAPM dapat diuji melalui First-Pass Regression. Beta dari regresi pertama serta standard errornya diregresikan kembali dengan expected return saham, ini disebut Second pass regression.

Contoh pengujian:
20 saham perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (dulu BEJ) serta data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir tahun 1999 hingga akhir tahun 2004. Data diambil setiap hari Rabu terakhir setiap bulannya, sehingga secara total masing-masing data terdiri dari 61 titik data.


Download di sini untuk hasil regresi.

Contoh Riset Pemasaran

Written by Paula Widiastuti, SE, MSM on 5/03/2008

Semulai memulai riset pemasaran, ketahui dahulu:

1. What
: apa yang ingin diteliti, biasanya BFO (baca: ide) penelitian dimulai dari adanya kesempatan (lahan atau prospek) bisnis baru (opportunity) atau karena adanya masalah (problem). 3 aspek yang harus ditentukan adalah:

Company research
Opportunity/Problem research
Audience research
2. Why: apa tujuan dari penelitian (objective), mengapa penelitian harus dilakukan. Terdiri dari 2 tujuan:
Impact Objective
Output Objective


Metode dari riset juga harus ditentukan (Programing):
  1. Tema dan pesan yang akan disampaikan
  2. Cara penyampaian pesan

Lengkapi pula dengan Time line dan bagaimana Evaluasi akan dilakukan

Contoh riset bisnis berdasarkan kasus pengenalan Produk Baru "Downy Wrinkle Releaser" (DWR) dari Protor & Gamble (P&G) download di sini.

Best view with:
Firefox and Opera

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
Creative Commons License

Sharing knowledge for all, Scientific but simple. Free to use for improvement of accounting and accounting in Indonesia and world.
Please show me your support if you like this blog and if the content useful for you:
1. Keep this blog link in you mind. Remember the address : http://jurnalakuntansikeuangan.blogspot.com/
2. Bookmark this blog address
2. Give me a comment, you can write it behind every article you like
3. If you take the quotation, then you should write this blog address in your script/thesis/disertation reference
4. Put this blog button and link in your blog.
5. Subscribe for this blog feeds so you will have the update everyday right on your email
6. Give me a vote on technoraty, diggs etc

Success for you!!
..**Paula Widiastuti**..
paula_widiastuti@yahoo.com